Pengertian
Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Kata
“Wakaf” atau”Wact” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Wakafa”
berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam” di tempat” atau tetap berdidi”.
Kata “Wakafa-Yaqufu-Waqfan” sama artinya “Habas-Yahbisu-Tahbisan”. 1 Kata
al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian.
Artinya
: Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan.
Menurut Istilah Ahli Fiqih
Para ahli
fiqih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menuru istilah, sehingga mereka
berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang
wakaf menurut istilah sebagai berikut :
a. Abu Hanifah
Wakaf
adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif dalam rangka
mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka
pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan
menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut
menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbangkan manfaat”. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah :
“Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai
hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan
(sosial), baik sekarang maupun akan datang”.
b. Mazhaf Maliki
Mazhab
Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang
dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif
berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali
wakafnya. Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya untuk digunakan oleh
mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentu upah, atau
menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf
dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu susuai dengan
keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari
penggunaan secara pemelikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan
kebaikan, yaitu memberikan manfaat benda secara wajar sedang itu tetap menjadi
milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya
tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).
c. Mazhab Syafi’I dan Ahmad bin
Hambal
Syafi’I dan
Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh
melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti : perlakuan pemilik
dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika
wakif wakaf, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh warisnya.
Wakif menyalurkan menfaat harta yang diwakafkannnya kepada mauquf’alaih (yang
diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang
penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak
memaksa agar memberikannya kepada mauquf’alaih. Karena itu mazhab Syafi’i
mendefinisikan wakaf adalah : “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda,
yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada
suatu kebajikan (sosial)”.
d. Mazhab Lain
Mazhab Lain
sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang
diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf’alaih(yang diberi wakaf), meskipun
mauquf’alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut,
baik menjual atau menghibahkannya.
Sumber :
https://www.bwi.go.id/pengertian-wakaf/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar